Hanya sepenggal surat tanda peduli dari seorang penonton tragedi.
Kehangatan malam bersama keluarga kini telah usai
Canda tawa mereka yang menentramkan hati sirna begitu saja
Riuh ricuh gemuruh senjata menghantam tanpa alasan yang pasti
Pekikan tangis seoalh hal yang lumrah didengar
Angkasa kini dipenuhi kabut hitam nan pekat
Buntut dari rudal militan yang memborbardir tanah ini
'Akan kuadukan kau pada Tuhan ku' jerit seorang anak yang kudengar
'Abi.. ummi.. dimana kalian? aku sendirian, kedinginan' anak itu sambil memeluk boneka nya
Dan di hari esok nya ia terpaku melihat 2 malaikat nya hancur tubuh nya
Di sisi lain seorang bocah memasak dengan panci dan kobaran api
Entah ada atau tidak yang dimasak
Genangan darah kalian sungguh menjadi saksi atas perjuangan kalian
Tragis nya kisah ini amat mencoreng besar nilai kemanusiaan
Ya, memang aku melihat manusia dalam tragedi ini
Namun aku tak melihat adanya nilai kemanusiaan
Pilu, sesak dada dibuatnya
Terdiam malu saat kubandingkan cobaan hidup ku dengan kisah kalian
Berharap dunia menoleh dan bersimpatik
Namun apa daya, mereka seolah buta dan bisu atas kejadian ini
Apalagi teramat malu saat pemimpin Tanah Air ku tercinta ini diam seribu bahasa
Terkenal dengan negara muslim terbesar di Dunia tak membuat pemimpin kami luluh hati nya
Maafkan Negeri ini wahai Aleppo
Ingatlah, bukan berarti kami lupa sepenuhnya pada mu
Namun kami sebagai warga sipil selalu mengingat mu dalam sujud kami
Teruntuk yang terluka dan terlupa, Aleppo...
---------------------------------------------------------------------------------------------
[21.38 WIB]
[Sudut Kamar]
[Buku Catatan]
[Pulpen Oranye]


Tidak ada komentar:
Posting Komentar